Ikan Red Devil Toba
Ikan Red Devil Bisa Dimakan
Ikan Red Devil merupakan jenis ikan hias yang biasa dikonsumsi. Ikan ini memiliki tekstur yang cenderung lebih lembut. Soal rasa banyak pendapat, ada yang menyebut gurih.
Namun, ada juga yang mengatakan bahwa rasanya kurang enak. Selain itu, ikan Red Devil juga memiliki kandungan asam amino dan protein dalam jumlah yang tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca Juga: 4 Fakta Ikan Toman, Predator Seharga Rp 20 Juta yang Kaya Nutrisi
Ikan Red Devil Bersifat Agresif
Dr Charles menjelaskan ikan red devil melimpah dan menyebar luas di perairan Danau Toba lantaran beberapa alasan seperti tidak ada predator alami spesies tersebut, sehingga mampu mengendalikan populasinya.
Ikan red devil juga mempunyai sifat omnivora yang cenderung karnivora, sehingga dapat memanfaatkan seluruh relung makanan yang ada. Bahkan spesies tersebut ditemukan mengonsumsi anak ikan spesies lain.
"Ikan red devil bersifat agresif, membangun teritori, menjaga sarangnya, dan memijah sepanjang tahun. Alhasil membuat rekrutmen ikan ini sangat cepat," kata Dr Charles dikutip dari IPB University.
Selain itu, masyarakat sekitar Danau Toba tidak terlalu menyukai ikan red devil karena durinya yang tajam dan dagingnya tipis. Ikan tersebut lebih banyak ditangkap untuk jadi pakan ternak.
Pemanfaatan ikan red devil sebagai bahan makanan berupa produk olahan seperti bakso ikan dan kerupuk ikan pun masih sangat terbatas hingga sekarang ini. Hal ini pun membuat pertumbuhan populasi ikan red devil terus naik karena kurangnya penangkapan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Kami sudah merancang kajian berikutnya yang bukan saja fokus kepada aspek bioekologi ikan red devil, melainkan kami juga akan melakukan kajian pengendalian populasi ikan red devil, interaksi antarpopulasi ikan penghuni Danau Toba saat ini, dan pemanfaatan ikan red devil untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di sekitar Danau Toba," terang Dr Charles.
Ia menambahkan, ikan red devil dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan sumber protein hewani dalam rangka mengurangi angka stunting anak-anak di sekitar Danau Toba.
Ikan red devil alias ikan iblis merah merupakan jenis ikan yang mulanya diburu oleh para kolektor ikan hias. Namun, ikan bernama latin Amphilophus labiatus ini belakangan dibenci oleh para nelayan di Danau Toba, Sumatera Utara, karena memangsa ikan lain.Red devil merupakan spesies yang terbilang invasif karena bisa berkembang biak dengan cepat, dan ikan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Di beberapa daerah di Indonesia, penyebutan ikan ini bermacam-macam. Di antaranya ikan oscar, setan merah, louhan merah dan nonong.Iklan iblis merah ini bukanlah asli dari Danau Toba, melainkan berasal dari kawasan Danau Nicaragua, Amerika Tengah. Ikan iblis ini disamakan dengan jenis spesies air lainnya yang tergolong invasif seperti ikan arapaima, dan piranha.
Pada April lalu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga menduga ada yang sengaja melepasliarkan ikan buas itu ke Danau Toba.Dia mengatakan keberadaan iklan iblis merah itu mengganggu iklan lain, sehingga ikan nila, ikan mas, serta ikan habitat asli Danau Toba disebut terganggu.Dalam Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia disebutkan red devil merupakan jenis ikan yang sangat rakus, sehingga bisa mengganggu kehidupan ikan lain di suatu perairan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian itu dilakukan oleh Chairulwan Umar, Endi Setiadi Kartamihardja, dan Aisyah. Mereka mengungkap awal mula ikan ini akhirnya banyak tersebar di sejumlah perairan di Indonesia.Tim peneliti mengungkapkan ikan iblis merah masuk ke perairan umum secara tidak sengaja atau lolos dari keramba jaring apung yang terbawa bersamaan dengan benih yang ditebar.Peneliti juga menemukan bahwa red devil sengaja dilepaskan di ekosistem perairan di Indonesia oleh para penggemar ikan hias. Pelepasan ikan ke perairan umumnya tanpa pengkajian, akibatnya ikan tumbuh dengan cepat dan melimpah hingga mendominasi perairan tersebut.
Ikan ini bisa hidup di perairan tropis dengan suhu air 21 sampai 26 derajat celcius, dengan kandungan pH sekitar 6.0-8.0. Red devil hidup di daerah permukaan dan teritorial di suatu perairan.Ikan ini juga disebut mudah berkembang biak karena betina bisa mengeluarkan ribuan telur, dan dapat bertelur sepanjang tahun. red devil memakan tumbuhan, moluska dan ikan. Dengan demikian ikan ini masuk dalam kategori omnivora-karnivora yang memanfaatkan ikan sebagai pakan utama.Dengan demikian, ikan red devil dinilai mampu mendesak perkembangan jenis ikan lain yang ada di sebuah ekosistem perairan.
Beberapa tahun ke belakang, ikan invasif red devil (Amphilophus citrinellus) menghebohkan Indonesia karena populasinya meledak di Danau Toba. Ikan ini disebut telah merusak ekosistem karena perilakunya sangat agresif dan dikenal sebagai karnivora yang bisa memakan ikan-ikan kecil.
Terkait populasi ikan yang meledak, para dosen dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University melakukan penelitian sejak April hingga Oktober 2024. Para dosen tersebut terdiri dari Prof Jonson Lumban-Gaol, Prof Vincentius V Siregar, Dr Charles P H Simanjuntak, dan Dr Dinar Tri Soelistyowati. Mereka tergabung dalam program Dosen Pulang Kampung (Dospulkam).
Hasil penelitian tim dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) University, menemukan bahwa ikan yang sebenarnya berasal dari Nikaragua ini ternyata memang mampu mengembangkan populasinya secara masif di perairan Danau Toba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemukan Juga Ikan Batak
Dr Charles menuturkan penelitian ini dilakukan dalam rangka upaya awal mengendalikan populasi ikan red devil di Danau Toba. Sebab, meledaknya populasi tersebut meresahkan nelayan di pinggiran Danau Toba.
Ikan yang ditemukan selama survei terdiri dari tujuh spesies dari lima famili. Ikan yang populasinya paling melimpah dan dominan ditemukan di semua lokasi sampling adalah red devil dari berbagai ukuran.
Selama penelitian, para dosen ini juga menemukan ikan spesies asli Danau Toba seperti ikan Batak (Neolissochilus soro) dan ikan manggabai (Glossogobius giuris).
Ada juga spesies ikan yang pernah jadi primadona pada 2003-2013 yaitu ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) yang ditemukan di beberapa anak sungai. Padahal ikan tersebut dianggap sudah punah di Danau Toba sejak 2016.
Kemunculan ikan Red Devil sempat membuat geger karena mengganggu ekosistem asli di Danau Toba. Ternyata setelah diteliti ikan tersebut mampu mengatasi persoalan stunting.
Bupati Toba Poltak Sitorus menyebut ikan Red Devil bisa menjadi kuliner olahan yang lezat. Meski diakuinya ikan itu menjadi ancaman tersendiri.
"Ini persoalan yang harus kita buat jadi berkah, tidak bisa kita tangkap lalu kita ganti, tapi manfaatkan yang ada ini lalu kita tambah nilainya," ungkap Poltak saat acara KaTa Kratif Toba, Rabu (19/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poltak menambahkan ikan Red Devil sudah diolah menjadi keripik, bakso, dan olahan lainnya. Namun begitu, ia menyebutkan saat ini, pihaknya memerlukan peralatan untuk memproduksi olahan ikan Red Devil tersebut.
"Sekarang yang kita perlukan itu peralatan terkait itu untuk bikin keripik, bakso dan lain-lain. Ibu-ibu ini yang paling buat solusi," ujarnya.
Dirut Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) Jimmy Bernando Panjaitan menyebutkan bahwa ikan Red devil ini memiliki rasa yang gurih.
"Kalau digoreng kering, ternyata lebih enak dibanding ikan selar. Mungkin kita beri dorongan agar jadi oleh-oleh," tutur Jimmy.
Jimmy mengatakan daging ikan Red Devil ini sudah diuji di laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding ikan nila.
"Dagingnya sudah dibawa ke IPB Bogor, kandungan protein ternyata lebih tinggi dari nila, jadi kalau kita bisa olah untuk makanan bisa untuk cegah stunting, cuma cita rasanya kurang dan ini bisa kita buat inovasi," ucapnya.
"Ikan endemik di Danau Toba itu sebenarnya mujair. Kemudian muncul ikan Red devil yang dulu nnggak tahu siapa bawa, ini ikan predator, dimakanlah mujair ini," pungkasnya.
TRIBUN-MEDAN.com, PANGURURAN -Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Samosir bersama mahasiswa KKN Universitas Gajah Mada (UGM) melakukan pelatihan pengelolaan makanan nuget berbahan baku ikan Lohan Merah (Red Devil) di Danau Toba.
Perlu diketahui, bahwa ikan Red Devil kerap memangsa segala jenis ikan di Danau Toba. Kepala Dinas Ketapang dan Pertanian Kabupaten Samosir, Tumiur Gultom berharap dengan cara itu, dapat mengurangi ikan Red Devil di Danau Toba.
“Kita juga tengah berupaya mengurangi jumlah ikan red devil yang sifatnya invasif. Maka dengan cara ini kita berharap dapat juga menunjang program ketahanan pangan. Artinya, ikan red devil tersebut dapat diubah menjadi sumber protein dan makanan bergizi lainnya bagi masyarakat,” ujar Tumiur Gultom, Selasa (13/8/2024).
Selain nuget, pihaknya juga akan berkoodinasi dengan pelaku dengan membuat makanan kerupuk dengan menggunakan bahan baku ikan Red Devil. “Kedua, kita juga berkoordinasi dengan pengrajin yang dapat menghasilkan kerupuk,” sambungnya.
Tumiur berharap pengelolaan ikan Red Devil dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Dan peserta yang mengikuti pelatihan pengelolaan ikan Red Devil tersebut, dapat disebarkan kepada seluruh masyarakat Samosir.
“Kita berharap pengetahuan pengrajin dapat bertambah, guna mengelola ikan red devil menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat. Kegiatan tersebut menghadirkan masyarakat dari Siopat Sosor dan Situngkir dan 9 penyuluh dari kecamatan, sehingga informasi ini dapat disebarkan," sambungnya.
"Dan, kita berharap setiap kecamatan membentuk kelompok untuk pengolahan ikan red devil tersebut," sambungnya.
Pengamat Lingkungan Hidup Gurgur Manurung: Ikan Red Devil Sifatnya Invasif
Pengamat lingkungan Gurgur Manurung menyampaikan Danau Toba sedang dalam bencana setelah merebaknya jumlah ikan red devil (Iblis Merah).
Ikan Iblis Merah tersebut disebut sebagai predator bagi ikan yang lain; ikan mas dan mujahir.
Kedua ikan ini merupakan ikan yang ditangkap nelayan tradisional di kawasan Danau Toba.
Dirinya sendiri telah menyampaikan aspirasi soal perkembangan jumlah ikan merah yang ia sebut sebagai ikan predator sekaligus invasif.
"Dari dulu sudah kita katakan soal itu, tapi sekarang kita ternyata mengalaminya. Sejak tahun 2000, saya sudah teriak-teriak agar jangan ada ikan invasif di Danau Toba. Harus ada kontrol," ujarnya beberapa waktu lalu.
"Itu membutuhkan riset soal ini sebab ini adalah bencana bagi ekosistem Danau Toba. Ini adalah sesuatu yang serius, bukan sebatas bahasa-bahasa politis lagi," sambungnya.Menurutnya, ikan Iblis Merah itu belum diketahui secara pasti dari mana asalnya.