Hukum Bermain Judi Di Bulan Puasa
Bagaimana Hukum Membatalkan Puasa Saat Dalam Perjalanan Mudik?
Mudik merupakan tradisi tahunan yang dilakukan umat Islam di Indonesia untuk berkumpul bersama keluarga di kampung halaman saat Hari Raya Idul Fitri.
Perjalanan mudik yang panjang dan melelahkan terkadang membuat beberapa orang memilih untuk membatalkan puasanya. Lalu, bagaimana sebenarnya hukum membatalkan puasa saat dalam perjalanan mudik?
Alasan yang Dibenarkan Secara Syar'i
Islam sebagai agama yang penuh rahmat dan kemudahan memahami berbagai kondisi yang dialami umatnya. Meskipun puasa Ramadhan merupakan kewajiban, namun terdapat alasan-alasan yang dibenarkan secara syar'i (sesuai hukum Islam) untuk tidak berpuasa.
Kondisi-kondisi tersebut disebut dengan uzur, yang membolehkan seseorang untuk membatalkan puasanya. Mari kita bahas beberapa alasan yang termasuk kategori uzur:
Selain alasan-alasan di atas, para ulama juga membahas kondisi-kondisi lain yang mungkin termasuk uzur. Namun keputusan tetap berpuasa atau tidak dalam kondisi tertentu sebaiknya dikonsultasikan dengan ulama atau pemuka agama yang terpercaya.
Hukum Tidak Puasa di Bulan Ramadhan Bagi Pemudik
Bulan Ramadhan merupakan momen istimewa bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa. Namun, bagi sebagian orang, momen ini diiringi dengan tradisi mudik, perjalanan panjang untuk kembali ke kampung halaman. Dilema pun muncul, bagaimana hukum tidak puasa bagi pemudik?
Artikel ini akan membahas tuntas mengenai hukum tidak puasa di bulan Ramadhan bagi pemudik, berdasarkan dalil agama dan fatwa ulama. Kami akan mengulas berbagai situasi yang memungkinkan pemudik untuk tidak berpuasa, serta konsekuensi dan kewajibannya.
Baca juga: Tips Mudik Sehat dan Aman: Perjalanan Selamat
Mengapa Seseorang Boleh Membatalkan Puasa di Bulan Ramadhan?
Puasa Ramadhan adalah ibadah wajib yang tidak bisa ditawar, namun Islam sebagai agama yang penuh kemudahan memberikan keringanan bagi mereka yang mengalami kondisi tertentu.
Dalam situasi khusus, membatalkan puasa di bulan suci Ramadhan diperbolehkan. Mari kita bahas alasan-alasan yang termasuk kategori uzur atau kondisi yang dibenarkan syariat, sehingga seseorang boleh membatalkan puasanya.
Ketentuan Membatalkan Puasa Secara Sengaja untuk Pemudik
Memperbolehkan seseorang untuk membatalkan puasanya selama perjalanan mudik adalah salah satu bentuk kelonggaran dalam syariat Islam. Hal ini didasarkan pada hadis dan panduan agama yang menyatakan bahwa musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama Ramadan dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat tersebut meliputi jarak perjalanan yang ditempuh, kondisi kesehatan, dan adanya kesulitan atau bahaya selama perjalanan. Jika perjalanan mudik diperkirakan akan membahayakan kesehatan atau mengancam keselamatan pengendara, maka membatalkan puasa diperbolehkan.
Menurut penjelasan dari situs resmi Universitas Muhammadiyah Jakarta, seorang Muslim yang meninggalkan puasa Ramadan karena melakukan perjalanan jauh, wajib menggantinya di lain hari (qadha). Ini berarti bahwa puasa yang ditinggalkan saat dalam perjalanan mudik harus diganti atau di-qadha pada waktu lain setelah Ramadan.
Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa membatalkan puasa saat mudik adalah sesuatu yang sembarangan dilakukan. Keputusan untuk membatalkan puasa harus diambil dengan penuh pertimbangan dan kesadaran akan tanggung jawab agama. Muslim diharapkan untuk tetap menjaga kesalehan dan mengganti puasa yang ditinggalkan di lain waktu.
Apa Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Puasa?
Orang yang meninggalkan puasa Ramadan tanpa ada uzur atau alasan yang dibenarkan dalam syariat Islam menghadapi ancaman serius.
Rasulullah SAW mengancam dengan siksaan yang pedih di akhirat bagi orang-orang tersebut. Hal ini karena meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa uzur termasuk dalam dosa besar yang paling besar dalam pandangan agama Islam.
Uzur Menyebabkan Pelarangan Berpuasa
Uzur, secara bahasa, berarti halangan atau alasan. Dalam konteks ibadah puasa, uzur merujuk pada kondisi yang dibenarkan secara syar'i (sesuai hukum Islam) untuk tidak berpuasa. Orang yang mengalami uzur dilarang untuk berpuasa dan wajib menggantinya di hari lain setelah kondisinya pulih.
Perlu diingat bahwa uzur merupakan suatu halangan yang bersifat sementara. Ketika kondisinya telah pulih, maka orang yang memiliki uzur wajib mengganti puasanya di hari lain.
Penjelasan Mengenai Fidyah dan Kewajiban Mengganti Puasa yang Ditinggalkan
Fidyah dan mengqadha puasa merupakan konsekuensi yang harus dilakukan oleh seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur (alasan syar'i yang dibenarkan). Berikut penjelasan mengenai keduanya:
Fidyah secara bahasa berarti tebusan. Dalam konteks puasa, fidyah adalah denda berupa makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan.
Besaran fidyah disetarakan dengan satu mud (sekitar 650 gram) makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah tempat tinggal orang yang wajib fidyah. Misalnya, bisa berupa beras, gandum, atau kurma.
Mengqadha puasa berarti mengganti puasa yang tertinggal di luar bulan Ramadhan. Ini adalah kewajiban bagi semua orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur.
Tata Cara Mengqadha Puasa:
Konsultasikan dengan ulama terpercaya untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait kondisi khusus Anda. Lunasi hutang puasa Ramadhan sesegera mungkin. Menjaga niat dan ketulusan saat menjalankan puasa qadha.
Baca juga: 5 Cara Berbuka Puasa Dalam Perjalanan Mudik Lebaran
Dengan demikian, penting bagi para pemudik untuk memastikan kondisi kendaraan dalam keadaan prima sebelum memulai perjalanan mudik, terutama di bulan suci Ramadhan.
Melakukan perawatan kendaraan seperti servis oli, cek aki, dan kondisi ban dapat menjadi langkah preventif yang sangat penting untuk menghindari masalah di tengah perjalanan.
Untuk memastikan kelancaran perjalanan mudik Anda, Astra Otoshop siap membantu dengan menyediakan berbagai produk suku cadang kendaraan berkualitas. Anda dapat memperoleh oli, aki, atau ban sebagai cadangan spare parts yang dapat berguna dalam situasi darurat.
Jangan ragu untuk menghubungi kami melalui layanan konsultasi 24 jam di Astra Otoshop. Anda dapat menghubungi kami melalui telepon di 1500015 atau melalui WhatsApp di nomor +62895351500015. Persiapkan kendaraan Anda sekarang dan jalani perjalanan mudik dengan aman dan nyaman. Selamat berkendara!
tirto.id - Memainkan game online bisa jadi merupakan sudah jadi kebiasaan sehari-hari bagi kita. Namun, bagaimana jika kita menghabiskan waktu menunggu waktu berbuka puasa dengan cara bermain game online saja? Apakah aktivitas itu tergolong haram?
Permainan atau hiburan pada dasarnya bukanlah hal yang dilarang dalam Islam. Dikutip dari "Hukum Game Online" di laman resmi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, terdapat kaidah fikih bahwa "hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali setelah ada dalil yang mengharamkannya”.
Meskipun demikian, dalam perkembangannya, tetap ada batas-batas tentang hiburan yang lebih banyak menghasilkan mudarat daripada kebaikan. Mahbub Maafi dari PBNU dalam wawancara dengan Antara mengutip contoh dari kitab al-Fiqh al-Manhaj, bahwa catur pada satu sisi bermanfaat untuk mengasah kecerdikan dan menyenangkan hati. Namun, bermain catur dengan cara berlebihan bisa membuat hukum permainan ini menjadi makruh, atau bahkan haram.
“Di antara permainan ini adalah catur, yaitu sebuah permainan olah batin, akal dan pikiran. Tidak diragukan lagi bahwa catur memiliki manfaat untuk hati dan akal. Namun, bila seseorang tersibukkan dengan permainan tersebut sampai melampaui manfaat yang semestinya, maka hukumnya makruh. Dan jika berdampak sampai kepada menggugurkan sebagian kewajiban, maka hukumnya menjadi haram.” (Mushtafa Ahmad Khan dkk, al-Fiqh al-Manhaji, juz. VIII hlm. 166).
Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya Fiqhu al-Lahwi wa al-Tarwîhi, menyebutkan jenis permainan yang dilarang, yaitu: yang mengandung unsur berbahaya, yang menampilkan fisik dan aurat wanita di depan laki-laki bukan mahramnya, yang mengandung unsur magis, yang menyakiti binatang, yang mengandung unsur judi, yang melecehkan orang atau kelompok lain, dan yang dilakukan secara berlebihan.
Oleh karena itu, penting untuk memastikan dua hal terkait game online. Yang pertama, materi permainan yang disajikan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok dalam agama Islam. Yang kedua, game tersebut hendaknya tidak dimainkan secara berlebihan.
Merujuk pada keterangan di atas, bermain game online saat puasa Ramadan pada dasarnya boleh-boleh saja. Namun, akan menjadi buruk ketika seseorang yang bermain game online terhanyut hingga melalaikan kewajibannya, seperti menunda-nunda salat meski sudah waktunya, atau hanya bermalas-malasan.
Dikutip Antara, Mahbub Maafi menyebutkan, "mengingat bermain games acapkali membuat pelakunya menjadi pemalas dan turun etos kerjanya, maka kami cenderung untuk memakruhkan bermain games saat menjalankan ibadah puasa.
"Bahkan bisa meningkat menjadi haram jika permainan games itu mengandung konten romantisme dan seksualitas. Karena konten-konten tersebut pada umumnya bisa menjerumuskan kepada sesuatu yang diharamkan. Dan sesuatu yang menghantarkan kepada sesuatu yang diharamkan maka sesuatu itu menjadi haram," tambahnya.
Sementara, ketika tiba Ramadan, semestinya seorang muslim justru memperbanyak ibadah. Hal ini mencontoh yang dilakukan Nabi Muhammad. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Alquran. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” [Muttafaq 'Alaih]
"Yang paling aman adalah semestinya kita menghindari bermain games saat menjalankan ibadah puasa. Apalagi games yang mengandung konten negatif. Isilah hari-hari puasa kita dengan berbagai amaliyah yang mengandung nilai ibadah seperti memperbanyak zikir, membaca Alquran, dan iktikaf karena akan bisa menambah kesempurnaan ibadah puasa," pungkas Mahbub Maafi.
tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fitra FirdausEditor: Fitra Firdaus
TRIBUNJATIM.COM - Secara bahasa, puasa berasal dari kata imsak yang berarti menahan diri dari sesuatu.
Sedangkan secara istilah, puasa adalah upaya menahan dan mencegah diri dari hal-hal yang mubah berupa makan, minum, berhubungan intim, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ada dua jenis puasa yang biasa dijalani oleh umat Muslim, yakni wajib dan sunnah.
Puasa wajib dikerjakan selama satu bulan penuh pada bulan Ramadan, sedangkan puasa sunnah dikerjakan pada hari-hari tertentu saja.
Contoh puasa sunnah yaitu, puasa Senin-Kamis, puasa daud, puasa arafah, dan lain-lain.
Masing-masing jenis puasa tersebut harus dijalankan sesuai dengan ketentuan rukun dan syaratnya.
Umat Muslim diperintahkan untuk menjauhi perbuatan maksiat agar puasanya diterima di sisi Allah SWT.
Apakah bermain judi membatalkan puasa?
Untuk mengetahui jawabannya, simaklah penjelasan dalam artikel berikut ini.
Hukum Bermain Judi Saat Puasa
Bermain judi tidak membatalkan puasa, akan tetapi mengurangi pahalanya.
Oleh karena itu, para ulama fiqih mengatakan bahwa hukum bermain judi saat puasa adalah makruh. Perlu dipahami bahwa hal makruh yang dilakukan saat puas turut merusak nilai ibadahnya.
Perkara makruh tersebut juga dapat membuat ibadah yang Anda jalani menjadi sia-sia. Dijelaskan dalam Majalah Tebuireng: 4 Ulama Superstar Edisi 39, besaran pahala yang diberikan kepada orang yang sedang berpuasa itu ditentukan oleh Allah SWT. ]
Ketentuan tersebut disesuaikan dengan pribadi masing-masing. Bisa saja puasa yang dijalani sah, namun hanya sebatas pada rutinitas tanpa dibarengi dengan kesungguhan beribadah.
Langkah-langkah Mengganti dan Mengqadha Puasa yang Ditinggalkan
Untuk mengganti dan mengqadha puasa yang ditinggalkan, ada beberapa langkah yang perlu diikuti sesuai dengan ajaran Islam.
Batas waktu untuk mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkan juga perlu diperhatikan. Setiap orang yang memiliki puasa yang belum dikerjakan dari bulan Ramadan sebelumnya harus segera menggantinya sebelum Ramadan berikutnya tiba.
Jika puasa Ramadan yang ditinggalkan tidak diganti sebelum Ramadan berikutnya, maka seseorang tetap wajib untuk menggantinya di lain waktu dan membayar fidyah.
Selain mengganti puasa yang ditinggalkan, ada juga opsi untuk membayar fidyah sebagai pengganti puasa bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa. Fidyah berupa pemberian makanan kepada orang yang berhak menerima atau sejumlah tertentu uang sebagai pengganti setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Baca juga: Ketentuan Puasa Ramadan Bagi yang Melakukan Perjalanan Mudik